Selasa, 06 Desember 2011

Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung

Dalam dunia pendidikan Islam, dikenal istilah adab addunya dan adab addin.Yang pertama melahirkan tashkir (teknologi), yang mengantar kepada kenyamanan hidup duniawi, sedang yang kedua menghasilkan tazkiyah (penyucian jiwa) dan ma.rifah, yang mengantar kepada kebahagiaan ukhrawi. Keduanya harus terpadu sebagaimana dicerminkan oleh doa rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa .azab annar.
Dalam konteks upaya peningkatan kualitas SDM, kita dapat berkata bahwa jika tujuan pengembangan SDM, terbatas pada upaya meningkatkan produksi dan pengembangan ekonomi, maka boleh jadi dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dituntut dapat dibatasi pada pengetahuan jenis pertama, itupun dalam beberapa disiplin saja, tetapi jika yang dimaksudkan dengan pengembangan SDM, adalah mewujudkan manusia seutuhnya untuk menyukseskan tugas kekhalifahan, maka keduanya harus diupayakan untuk dipadukan, yang bertujuan untuk mencapai keridhaan ilahi.
Untuk itu, Hasan Langgulung selanjutnya mencetuskan strategi pendidikan yang bersifat mikro. Maksudnya, dalam pelaksanaannya yaitu secara individu. Ruang lingkup strategi ini lebih menitikberatkan pada strategi yang harus dilakukan oleh individu sebagai seorang muslim pakar-pakar dalam bidang pendidikan memusatkan pada konsep tazkiyah.
1. Tazkiyah al-Nafs
Tazkiyah dalam pengertian bahasa bermakna pembersihan (tathir), pertumbuhan dan perbaikan (al-islah). Jadi, pada akhirnya tazkiyah berarti kebersihan dan perlakuan yang memiliki metode dan teknik-tekniknya, sifat-sifatnya dari segi syariat, dan hasil-hasil serta kesan-kesannya terhadap tingkah laku dan usaha untuk
mencari keridhaan Allah Swt. Dalam hubungan dengan makhluk, dan dalam usaha
mengendalikan diri menurut perintah Allah swt.
Tazkiyah dibagi kepada tiga komponen:
a. Tazkiyah al-nafs (penjernihan jiwa), inilah yang paling relevan dengan apa
yang disebut konseling dewasa ini.
b. Tazkiyah al-aql (penjernihan akal), komponen ini mengandung dua hal:
1) Tazkiyah al-aqaid (menjernihkan aqidah dan pikiran).
2) Tazkiyah Asalib al-Tafkir (penjernihan cara-cara pemikiran). Dalam
bagian ini pelajar: i) Dilatih mengkritik diri (self critism). ii) Dilatih
mengadakan pembaruan bukan bertaqlid (innovation). iii) Dilatih berpikir secara saintifik (scientific thinking). iv) Dilatih berpikir secara kolektif bukan individual.
Tazkiyah al-Jism (penjernihan tubuh/badan). Ini terbagi dalam dua kelompok:
1) Penyusunan kebutuhan tubuh yang bertujuan untuk pertumbuhan dan kesehatan jasmani.
2) Berhemat dengan tujuan agar tenaga dan potensi manusia jangan terbuang. Ini banyak dibincangkan dalam ilmu ekonomi. Dari sini dapat dipahami periode tazkiyah itu bertujuan membentuk tingkah laku baru yang dapat menyeimbangkan roh, akal, dan badan seseorang sekaligus. Dalam tazkiyah al-Nafs itulah konseling ini dapat dibuat perbandingan dari segi metode dan tekniknya. Untuk mencapai tujuan itu seorang konselor perlu adanya metode teknik seperti pada konseling. Di antara metode tazkiyah adalah: 1) Sembahyang (shalat). 2) Puasa. 3) Zakat. 4) Haji. 5) Membaca al-Qur.an. 6) Zikir. 7) Bertafakur pada makhluk Allah. 8) Mengingat kematian (dzikrul maut). 9) Muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan muatabah. 10) Jihad, amar ma.ruf, dan nahi munkar. 11) Khidmat dan tawadu. 12) Mengetahui jalan masuk setan ke dalam jiwa dan menghalanginya , 13) Mengetahui penyakit hati dan menghindarinya.
Adalah kewajiban manusia untuk berusaha memanfaatkan sumber dayanya bagi pengembangan ilmu dan teknologi dalam mengatasi kesukaran-kesukaran hidup. Dalam usaha memanfaatkan sumber daya manusia banyak yang cenderung berfikir bahwa ukuran spiritual Islam adalah suatu hal dan pengembangan ilmu adalah hal lain. Padahal dimensi spiritual sangat penting dalam pengembangan SDM.
Kualitas SDM tidak akan sempurna tanpa ketangguhan mental-spiritual keagamaan. Sebab, penguasaan iptek belaka tidaklah merupakan salah- satunya jaminan bagi kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Sumber daya manusia yang memegang nilai-nilai agama akan lebih tangguh secara rohaniah. Dengan demikian akan lebih mempunyai rasa tanggung jawab spiritual terhadap iptek.
Iptek yang telah diraih oleh manusia dalam pandangan Islam harus dapat mencapai kebahagiaan material dan spiritual umat manusia bagi tercapainya suatu kehidupan yang dikenal dengan sebutan rahmatan lil alamin. Dengan persepsi kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa sebagai nilai dasar dalam pengembangan sumber daya bagi manusia maka akan terdapat dalam masyarakat manusia suatu kehidupan yang jujur, rukun, manusiawi, adil, dan beradab sejalan dengan kehendak Ilahi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang ia ciptakan dengan diperlengkapi daya kekuatan yang dikenal dengan istilah human resources.
Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya manusia tidak semata-mata mengisi alam pikiran dengan fakta-fakta tetapi juga mengisi dengan kemampuankemampuan memperoleh ilham dan inspirasi yang dapat dicapai melalui keimanan kepada Allah swt atau dalam konsep Hasan Langgulung di atas dengan cara tazkiyah al-Nafs sehingga tugas yang besar dimana iptek memegang supremasi kekuasaan di abad modern ini berdaya guna dan produktif bagi kesejahteraan umat manusia. Perlu ditegaskan bahwa manusia yang telah memiliki SDM berkualitas harus setia kepada nilai-nilai keagamaan. Ia harus emfungsikan qalb, hati nurani dan intuisinya untuk selalu cenderung kepada kebaikan. Inilah yang disebut sifat hanif dalam diri manusia.
Reorientasi Pendidikan Islam
• Selain mengemukakan strategi pendidikan Islam di atas, Hasan Langgulung
• juga memaparkan wacana reorientasi pendidikan agama Islam yang berkaitan erat
• dengan pengembangan SDM, namun tidak termasuk dalam strategi di atas. Ia
• berpendapat bahwa pendidikan Islam seharusnya mempunyai orientasi yang dapat
• mengembangkan SDM. Dalam hal ini ia mengemukakan tiga orientasi bagi
• pendidikan agama (Islam).
• 1. Membangun Motivasi / Etos Kerja
• Agama Islam membimbing manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia
• dan di akhirat. Kebahagiaan di akhirat itulah kebahagiaan sejati dan kekal selamalamanya,
• kebahagiaan di dunia bersifat sementara dan hanyalah alat untuk mencapai
• kebahagiaan sejati di akhirat namun ibarat ladang tempat menanam untuk memetik
• hasilnya di akhirat.
• Kebahagiaan di dunia terjadi dalam bentuk terhindar dari segala yang
• mengancam dan mencelakakan hidup seperti penganiayaan, ketidakadilan, bencana,
• siksaan, kerusuhan, kedzaliman, pemerasan, dan segala macam penyakit dan
• marabahaya. Kebahagiaan jenis ini diberikan oleh Tuhan kepada manusia karena
• beriman dan beramal. Kebahagiaan akhirat terjadi dalam bentuk terhindar dari
• siksaan, baik di dalam kubur maupun pada hari akhirat sebelum dan sesudah
• menjalani pengadilan untuk surga dan neraka.

• Ada dua syarat utama untuk kebahagiaan itu, yaitu iman dan amal. Iman
• adalah kepercayaan kepada Allah swt, rasul, malaikat, kitab, hari kiamat, dan qadha
• dan qadar. Semua ini berkaitan dengan kebahagiaan manusia di akhirat. Inilah syarat
• utama. Syarat kedua ialah amal. Amal ialah perbuatan, tindakan, tingkah laku
• termasuk yang lahir dan batin, yang nampak dan tidak nampak, amal jasmani ataupun
• amal hati. Ada dua jenis amal yaitu amal ibadah (devotional act), yaitu amal yang
• khusus dikerjakan untuk membersihkan jiwa bagi kehidupan jiwa itu sendiri. Yang
• kedua inilah amal muamalat (non-directed act) yaitu segala amal yanag berkaitan
• dengan hubungan manusia dengan manusia lain, seperti amal dalam perekonomian,
• kekeluargaan, warisan, hubungan kenegaraan, politik, pendidikan, sosial,
• kebudayaan, dan lain-lain. Ibadah ialah makanan ruhani sedangkan amal muamalat
• ialah makanan jasmani.
• Inti pendidikan agama yang dapat memberikan motivasi kerja bagi setiap
• individu dan masyarakat ialah iman dan amal. Karena hanya itulah menurut sistem
• kepercayaan Islam yang dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia dan dapat
• menghindarkannya dari kecelakaan di dunia dan di akhirat. Jadi, orientasi baru
• pendidikan agama ialah iman dan amal ke arah pembentukan masyarakat yang
• bermotivasi.18
• ______________
• 2. Membangun Disiplin Kerja
• Pembentukan masyarakat yang memiliki motivasi saja tidak cukup, motivasi
• kerja itu perlu dibimbing dan dikawal untuk ditujukan ke suatu arah tertentu,
• misalnya ke arah tujuan pembangunan. Motivasi perlu dikawal, diatur, diarahkan,
• disusun, dan lain-lain supaya bergerak menuju ke arah yang dituju, misalnya
• pembangunan. Itulah disiplin.
• Disiplin tak hanya memiliki makna sempit; menyekat, mengendalikan dan
• menahan, tetapi makna disiplin menurut Hasan Langgulung ialah melatih, mendidik,
• dan mengatur atau hidup teratur. Jadi, kalau motivasi beriringan.istilah Hasan
• Langgulung: bergandeng bahu.memang sudah tepat atau ideal. Karena yang
• pertama bergerak dengan kuat dan cepat manakala yang kedua mengatur dan melatih
• agar motivasi mempunyai arah dan tujuan tertentu.
• Dalam konteks pendidikan agama, ada beberapa hal yang sangat berkaitan
• dengan disiplin, misalnya:
• a. Sembahyang (shalat lima waktu) sehari semalam.
• b. Puasa dalam bulan ramadhan.
• c. Ibadah shalat sunah dan puasa sunah.
• d. Konsep amanah yang memiliki makna pemberian tuhan kepada manusia
• termasuk kekayaan, ilmu pengetahuan, kekuasaan dan lain-lain harus pula
• dianggap sebagai tanggung jawab besar.
• Pendidikan Islam sepatutnya menitikberatkan praktek ibadah dalam
• membentuk disiplin anak-anak di sekolah. Pengajaran yang terlalu menitikberatkan
• aspek kognitif dari pelajaran agama sekedar untuk lulus ujian sudah terlambat (out to
• date). Sekarang yang diperlukan adalah penghayatan pendidikan agama itu untuk
• membentuk masyarakat yang bermotivasi dan berdisiplin.19
• 3. Internalisasi Nilai-nilai
• Masalah penghayatan (internalitation) bukan hanya pada pendidikan agama
• saja, tetapi pada semua aspek pendidikan. Pendidikan akan menjadi dangkal jika
• hanya ditujukan untuk memperoleh ilmu (knowledge) terutama yang berkenaan
• dengan fakta (pengetahuan) dan kemahiran (skill). Pendidikan seperti ini tidaklah
• terlalu rumit karena tidak terlalu banyak melibatkan aspek nilai. Tetapi, sebaliknya
• pembelajaran sikap yang melibatkan nilai biasanya berasal dari cara kemasyarakatan
• yang diperoleh pelajar semasa kecil.
• Nilai itu mestinya mempunyai model, yang bermakna tempat nilai itu
• melekat supaya dapat disaksikan bagaimana nilai itu beroperasi. Ambillah sebuah
• nilai seperti kejujuran. Menurut Langgulung, nilai ini bersifat mujarrad (abstract).
• Supaya nilai yang bernama kejujuran itu dapat disaksikan beroperasi, maka nilai itu
• harus melekat pada suatu model, misalnya pada seorang guru, bapak, atau seorang
• kawan. Inilah sebagian yang perlu wujud untuk penghayatan nilai
• Itulah tiga orientasi pendidikan agama Islam yang dikemukakan oleh Hasan
• Langgulung. Ketiga orientasi tersebut mencerminkan bahwa pendidikan tak cukup
• dipelajari secara teori saja. Pendidikan agama Islam harus bisa mengejawantahkan
• nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, kapan dan dimanapun.
• Pendidikan Islam harus menjadi spirit bagi manusia untuk mengembangkan SDMnya
• guna meraih kehidupan yang baik dan layak di dunia. Namun, pendidikan Islam
• juga harus menjadi pengontrol segala tindakan manusia agar dalam meraih tujuan
• hidup yang layak tersebut tetap dengan memegang teguh nilai-nilai Islam sehingga ia
• dapat mempertanggungjawabkan tugas dan fungsi sebagai khalifah di muka bumi.

Tidak ada komentar: